Rokok: Candu Yes, harga No

0

Sampai saat ini, pemerintah seperti tidak pernah punya daya dan cara tepat untuk menghentikan rokok di Indonesia. Mulai dari merubah gambar iklan rokok, memperkecil dan membatasi jam tayang iklan rokok, merubah cover pada bungkus rokok sampai menaikkan harga rokok menjadi 2-3 kalinya seperti yang akan dilakukan. Semua kebijakan-kebijakan itu sama saja, tidak dapat membuat industri rokok menghentikan aktifitas produksinya. Menaikkan harga rokok lebih dari dua kali lipat malah akan semakin meningkatkan kriminalitas karena para pecandu rokok yang umumnya masyarakat kalangan bawah akan berusaha sedemikian rupa untuk tetap merokok, dan juga akan banyak muncul produk-produk rokok ilegal untuk memenuhi kebutuhan para pecandu rokok.

Semua kebijakan yang tidak tepat sasaran di atas karena pemerintah masih setengah hati menghentikan produk-produk haram tersebut (menurut beberapa organisasi sosial kemasyarakatan)  di Indonesia. Hal ini disebabkan cukai rokok masih menjadi sumber pendapatan utama pemerintah dalam pembangunan. Beberapa Puskesmas di Indonesia, ada perguruan tinggi serta beberapa aktivitas olah raga  disponsori oleh rokok.  Semua kebijakan yang dikeluarkan selama ini tidak dapat menurunkan jumlah batang rokok yang diproduksi, malah industri rokok semakin jaya, pemiliknya juga semakin kaya raya. Semua kebijakan itu tidak pernah mendidik industri rokok untuk lebih  berpacu dalam berbuat baik kepada masyarakat seperti yang sering dilontarkan beberapa petinggi di negeri ini. Industri rokok malah semakin improvisatif dengan pernyataan-pernyataan dalam iklannya yang semakin menyesatkan.

Sesungguhnya, persoalan utama pada rokok bukan pada harga rokok, bukan pada batasan waktu iklan rokok, tetapi pada nikotin yang ada pada rokok. Pemerintah tidak pernah mengeluarkan peraturan untuk melarang adanya nikotin dalam sebatang rokok. Yang dilakukan adalah menurunkan kadar nikotin dalam rokok. Ini mungkin hasil lobi industri rokok yang sulit dipatahkan oleh pemerintah karena sudah tahu pemerintah tidak pernah serius menangani masalah rokok dan tidak memiliki roadmap atau peta jalan penghentian industri rokok di Indonesia.

Nikotin merupakan persoalan utama yang harus dikendalikan dalam industri rokok. Nikotin adalah candu, seperti halnya heroin, putau dan shabu-shabu yang membuat pemakainya sulit terlepas dari bahan addiktif tersebut. Ketika mengkonsumsi rokok bernikotin, ia akan mudah melewati saluran pernapasan sampai alveoli karena bersifat non polar dan sukar larut dalam air. Karena sifatnya tersebut membuat nikotin mudah menembus membran alveoli pada paru secara otomatis dengan difusi pasif melarut dalam membran sel alveoli. Dari alveoli paru  nikotin akan masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh dengan sasaran utama antara lain di saraf otak. Di organ vital inilah nikotin merusak sistem saraf pemakai rokok.

Di saraf otak nikotin akan merangsang saraf menghasilkan hormon dopamin. Hormon ini yang membuat perokok merasa sensasi senang, nyaman dan tenang. Secara fisik gampang kita melihat perilaku-perilaku ini pada perokok. Namun, persoalan utamanya adalah ketika nikotin habis maka hormon pembuat sensasi senang dan nyaman itu pun hilang yang dikenal sebagai  sakau. Gejala sakau pada perokok yang tidak ada nikotinnya lagi adalah akan mengalami hal-hal seperti sakit kepala, pusing, mual, bergetar, batuk, mulit kering, pusing-pusing, lemah, sakit kepala,lapar,insomnia, bahkan frustasi. Gejala  sakau akan dialami untuk beberapa minggu apabila mereka secara langsung  berhenti merokok. Gejala biasanya dimulai  dari beberapa jam setelah rokok terakhir dan memuncak 2-3 hari setelahnya saat nikotin keluar dari tubuh. Gejala akan membaik bila perokok terhindar dari rokok. Oleh sebab itu, banyak perokok yang sulit berhenti karena menghindari gejala-gejala tersebut. Walaupun ada iklan apapun, atau harga rokok naik juga sulit mempengaruhi pecandu rokok untuk berhenti merokok. Dengan demikian, jangan coba-coba dekat atau belajar mengkonumsi rokok. Dari hasil penelitian Penelitian memperlihatkan, lebih dari dua pertiga orang Amerika Serikat yang mencoba merokok, akhirnya jadi ketergantungan rokok.

Persoalan lainnya adalah faktor genetik yang dimiliki pecandu rokok. Para pecandu rokok sebagian besar adalah menurun dari orang tua mereka. Mereka sudah memiliki DNA perokok.  Mereka malah terkadang lebih berimprovisasi dan berapresiasi dalam merokok. Yang sering mereka katakan,” Bapak saya, Kakek saya umur 70 tahun, ada yang 80 tahun adalah perokok berat, tetapi tetangga sebelah tidak merokok malah meninggal umur 40 tahun”. Merokok telah menjadi jiwa raga mereka, sehingga kalau ada yang membuat larangan merokok mereka tersinggung. Komunitas ini tidak akan terpengaruh oleh tingginya harga rokok karena telah memiliki DNA perokok.

Namun, perokok yang tidak memiliki enzim anti kanker dalam tubuhnya misalnya CYP 1A1 sebagai anti kanker  paru untuk toksin benzo(a)piren dari asap rokok akan cepat terkena penyakit kanker, umurnya tidak lama karena peimcunya adalah toksin karsinogen penyebab kanker tersebut. Para perokok aktif maupun pasif yang memiliki masalah genetika terkait penyakit kanker inilah yang akan menerima dampak lebih besar, biaya kesehatan dan berobat lebih besar,keluarga tiba-tiba jatuh miskin karena penyakit tersebut. Inilah yang tidak pernah dipikirkan oleh para pembuat kebijakan di negeri ini.

Dengan demikian, sulit bagi pemerintah untuk mengendalikan rokok di Indonesia dengan jalan menaikkan harga rokok. Yang harus dilakukan adalah menciptakan suatu sistem atau teknologi untuk menurunkan kadar nikotin dalam tubuh perokok di Indonesia. Upaya dilakukan dengan pendekatan atau penggunaan enzim. Enzim atau katalis yang khusus untuk mempercepat penurunan  nikotin dalam tubuh perokok   adalah enzim CYP2A6. Tanpa menggunakan obat, enzim ini terdapat dalam beberapa jenis makanan hewani seperti pada sapi yang mampu mempercepat penurunan nikotin dalam tubuh. Jadi, penggunaan makanan anti nikotin atau detoksifikasi nikotin dalam tubuh, tanpa menggunakan obat. Tanpa efek samping karena makanan mudah diserap sedang obat memberikan efek samping.

Untuk mencegah kondisi sakau, maka para perokok setelah mengkonsumsi makanan mengandung enzim CYP2A6 dan nikotin hilang dari tubuh maka dilanjutkan dengan pemberian makanan yang mengandung hormon endorpin. Makanan-makanan tersebut terdapat dalam buah pisang, alpukat, kenari, buah-buahan. Dengan pemberian makanan-makanan tersebut akan menjadi pengganti hormon endorpin, pembuat sensasi rasa senang, tenang dan bahagia, sebagain pengganti  sensasi  tersebut yang selama ini diperoleh perokok dari nikotin. Pemerintah sejatinya harus fokus pada pencegahan kecanduan akibat rokok pada masyarakat dari pada menaikkan harga rokok. Dengan demikian, jumlah perokok akan semakin berkurang, masyarakat semakin sehat, tidak banyak dana mubazir diperuntukkan bagi pengobatan penyakit akibat rokok. Dengan demikian, terkait dengan pengendalian rokok: Candu Yes, Harga No.

 

*Dr.Abdul Rohim Tualeka, Dosen Toksikologi Industri di FKM Unair, Peneliti dampak rokok dan detoksifikasi nikotin pada perokok).